Delta Mahakam merupakan suatu kawasan delta yang terdiri dari beberapa pulau yang terbentuk akibat adanya endapan di muara Sungai mahakam dengan Selat Makassar, Kalimantan Timur. Jika dilihat dari angkasa, kawasan delta ini berbentuk menyerupai bentuk kipas. Kawasan Delta Mahakam memiliki luas sekitar 150.000 ha (termasuk wilayah perairan). Namun jika dihitung luas wilayah daratan saja, luas kawasan ini mencapai kurang lebih 100.000 ha.
Secara administratif, kawasan Delta Mahakam berada dalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, tepatnya berada di Kecamatan Anggana, Muara Jawa, dan Sanga-Sanga.
Kawasan Delta Mahakam merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam, terutama minyak bumi dan gas alam (migas). Cadangan terbesar terdapat di lapangan Peciko dan Tunu yang kini dieksploitasi perusahaan migas multinasional asal Prancis, Total E&P Indonesie.
Jika dilihat dari angkasa maka delta ini berbentuk menyerupai kipas
dengan luas kawasan sekitar 150 ribu hektare termasuk wilayah perairan.
Secara administratif kawasan Delta Mahakam berada dalam wilayah
Kabupaten Kutai Kartanegara tepatnya di Kecamatan Anggana, Muara Jawa
dan Sangasanga.
Delta Mahakam terbentuk dari hasil sedimentasi Sungai Mahakam, sebuah
sungai terpanjang di Kalimatan Timur, selama ribuan tahun. Luas
datarannya adalah sekitar 1700 km2 yang terbagi menjadi 4 zona
vegetasi, yaitu: hutan tanaman keras tropis dataran rendah, hutan
campuran tanaman keras dan palma dataran rendah, hutan rawa nipah dan
hutan bakau (Gambar 1). Dua zona vegetasi yang terakhir, karena
penyebarannya tergantung pada keberadaan air laut, seringkali disebut
bersama-sama sebagai hutan mangrove, dan menutupi 60% luas
dataran delta. Sistem perakaran hutan mangrove yang kokoh mampu menahan
empasan ombak dan mencegah abrasi pantai, membuatnya berfungsi sebagai
zona penyangga (buffer zone).
Sebaran hutan mangrove di dataran Delta Mahakam, yang terletak di
Propinsi Kalimantan Timur, mengalami degradasi akut. Kawasan yang
memiliki arti penting bagi lingkungannya tersebut telah digantikan oleh
ribuan hektar tambak udang semenjak krisis moneter di tahun 1997, yang
didorong oleh harga udang ekspor yang melejit. Setelah periode
kemakmuran yang sangat singkat tersebut, hanya sekitar 5 tahun dan
dimana sebagian besar keuntungan lari kepada investor luar, penduduk
setempat kini menghadapi lingkungan yang rusak. Kualitas air minum
menurun, ternak udang terkena penyakit, erosi pantai dan sungai
meningkat, konflik horisontal penggunaan lahan meruncing, dan potensi
perikanan di kawasan hutan mangrove merosot drastis.
0 komentar:
Posting Komentar